Senin, 30 Agustus 2010

g e r i m i s

aku suka mendengar derap langkah gerimis di atas tanah, semen, genteng, dedaunan. mereka itu seperti langkah kaki yang berbaris, menari, bergotong royong mengerjakan sesuatu, terlalu cekatan.
kadang kala mereka berlari cepat, kadang kala mereka melangkah lambat. tapi tidak pernah ada yang diam. gerimis seperti menawarkan langkah maju, lagkah tidak tinggal diam, langkah yang senantiasa ceria ketika kau sedang berduka sekalipun.
gerimis tidak punya pola tertentu. kau tidak bisa menebak kapan mereka akan turun, walau mungkin yang kau lihat di luar adalah mendung. gerimis melangkah dengan pola yang mereka ciptakan sendiri. singgah di tempat yang mereka mau. dan berpijak di tempat yang terkadang kau tidak bisa kira.
aku berteman baik dengan gerimis. aku akan menikah dengan hujan. aku ini pecinta celoteh mereka. salah satu kegemaran gerimis adalah menyentuh pipi. aku pikir itu hanya pola baru saja, supaya tidak bosan menginjak yang keras terus.
kalau gerimis jatuh ke wajahku kemudian menyentuh pipiku, aku suka biarkan mereka lama di sana. tidur-tiduran sebentar, lalu lelap. gerimis pun terkadang butuh istirahat. jadi biarkan saja.
langkah-langkah kaki gemulai mereka dari luar jendela, seperti mengajakku bermain. mereka mulai menyanyikan nada lagu tertentu, dan aku seperti disuruh mencipta liriknya.
lalu, aku menulis begini,
gerimisku, selalu datang beramai-ramai, mengajakku bermain supaya gelisahku hilang. mencumbuku rapat-rapat supaya kuatirku pergi. gerimisku; kau keyakinanku, kau tidak takut luka walaupun jatuh berkali-kali.
ini bukan lirik.
ini keyakinan.
keyakinanku ada di dalam sini. mereka ditemani gerimis sore ini, ini bukan pertanda gelisah. ini seharusnya menjadi pertanda baik. kau tidak pernah sendiri, selalu ada gerimis yang menemani. karena gerimis itu selalu turun beramai-ramai, supaya tidak ada lagi sepi.
gerimisku, kau tidak takut luka walaupun jatuh berkali-kali.

tarian usang

lihat ini. teracuni lampu merah. STUCK !! belaian kuku memanjakan kulele. menggepor-geporkan tangan. lantunan suara serak berjoget. alis mengerut, ingin berkata "kasihani saya". mengelapak kaca buram dibalik wajah mereka. berharap, sedikit celah kau robek, dan lempar koin yang tak mereka pakai. apa ini? terlalu banyak hina cacimu. tak sudi mendengar. tapi, inilah aku. berharap besar tanaman uang bulan ini berhasil panen.